Senin, 17 Oktober 2011

Ini Dia Djogdjakarta Slowly Asia

APA SIH Djogdjakarta Slowly Asia? Belakangan kok banyak diperbincangkan di sosial media, ya. Penasaran? Yaks, pada Kamis, 20 Oktober 2011, mulai jam 12.00 WIB Pameran Street Art bertema Djogdjakarta Slowly Asia ini akan diluncurkan. Pameran ini merupakan rangkaian dari Djogdjakarta Bienalle XI yang akan dimulai di Roemah Pelantjong, Jalan Magelang KM 8 Djogdjakarta.

Setelah peluncuran besok, pada jam 16.00 WIB-nya, acara akan dilanjutkan dengan open house untuk masyarakat umum. Selanjutnya, akan ada pagelaran Hip Hop Jawa dengan penampilan 10 grup yang akan menampilkan atraksi unik bernuansa jawa Kontemporer.

Lagi-lagi, apa sih Djogdjakarta Slowly Asia? Hehehe. ini jawabannya. Kurator sekaligus CEO Roemah Pelantjong, Kafi Kurnia akan menceritakan panjang lebar. Belum lama ini di New York, ia bertemu beberapa kurator gallery seni rupa kontemporer. Dalam pertemuan itu, ia berbincang-bincang soal street art, mulai dari Keith Haring, Banksy, Sickboy, D’Face, JR, Nunca hingga Shepard Fairey. Obrolan sangat seru hingga larut malam. "Sebelum tidur, saya masih tercekam dengan salah satu komentar rekan saya, bahwa – “Street Art – Never a Secret”.

Motto ini, katanya, bukanlah sesuatu yang baru. Malah sering dijumpai dalam banyak graffiti di kota-kota besar. Terpampang antara dinding kosong, entah itu dikolong jembatan atau pada bekas pabrik yang ditinggalkan. Berlainan dengan seni-seni halus yang memerlukan podium formal seperti galeri dan museum, maka “street art” adalah bentuk seni yang memilih podium “Exhibitionist” yang terbuka dan menantang. Sehingga menjadi sangat publik.

Itulah sebabnya, “street art” tidak pernah menjadi sebuah rahasia. Bagi banyak pelakunya, “street art” memang masih menjadi sebuah kanal pelampiasan. Anggaplah seperti sebuah masturbasi seni. Jadi jangan heran apabila mereka dimusuhi aparat, terlebih apabila seni yang ditampilkan cuma sekedar corat-coret, yang tidak mengindahkan keindahan dan lingkungan sekitar. Baru belakangan ini saja, artis-artis besar “street art” tampil dengan komposisi sosial yang cerdas, yang tidak jarang meledek dengan humor yang dalam. Maka apresiasi terhadap “street art” mulai meradang hingga ke nilai komersialisasi yang menyaingi seni seni kontemporer lain-nya.

Pameran Street Art “Djogdjakarta Slowly Asia” yang digagas Lentur Gallery/Roemah Pelantjong di Djogdjakarta dimaksudkan menjadi sebuah batu apung baru yang memunculkan keberanian dan pengakuan atas kehadiran sejumlah perupa “street art” Indonesia (selusin jumlahnya), yang bersama-sama mewujudkan sebuah coretan raksasa sepanjang lebih dari 40 meter dalam sebuah kenakalan bersama mengusung Djogdjakarta menjadi pusat turisme dunia yang baru dengan slogan : “Djogdjakarta Slowly Asia”.

Pameran “street art” ini akan menjadi pameran tetap, karena uniknya karya yang terpampang di selasar ini akan dijadikan sebuah pusat kerajinan cindera mata khas Djogdjakarta yang nantinya akan disebut dengan Minioboro alias Mini Malioboro. Mengamati tampilan karya 12 perupa “street art” Djogdjakarta ini, kita diajak menjelajahi sebuah emosi yang terpigura dalam sebuah selimut perca, dengan batas-batas naratif dan visual. Antara yang gamblang, dan yang tersirat. Dan antara yang tampil dan yang tersamar. Tantangan berikutnya tentulah nanti ketika selasar “street art” ini berinteraksi dengan orang banyak. Menguak dan menyentil emosi. "Menggelitik syaraf kita. Lalu meninggalkan kesan. Utuh atau sepenggal. Apapun bentuknya," ujarnya.

"Bagi saya sendiri kenikmatan bercengkrama dengan “street art” – Djogdjakarta Slowly Asia adalah pada kejengahan pola pikir dan interpertasi, bahwa rahasia dan kesucian “street art” memang tidak pernah ada. Sebuah ketelanjangan baru. Yang mengundang tanya dan takjub," kata Kurnia dalam siaran pers.

Teman-teman ingin tahu lebih banyak tentang Roemah Pelantjong klik roemahpelantjong

Cerita-cerita seru lainnya:
Ubah Ancol Jadi Yogyakarta
Berkunjung ke Rumah Rayner de Klerk
Wisata Furniture Kuno di Jalan Ciputat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar