Kamis, 16 Desember 2010

Liburan Sambil Belajar Batik

SIANG ITU, di Museum Teksil, Petamburan, Jakarta Barat, ibu-ibu dari Ikatan Kesejahteraan Keluarga TNI nampak serius sekali mendengarkan pengarahan dari instruktur batik.

Setelah instruktur selesai menjelaskan secara singkat tahapan membatik, 12 ibu yang membentuk tiga kelompok itu langsung memulai mempraktekan teori membatik. Dimulai dari menggambar motif di selembar kain putih berukuran sekitar 30X20 sentimeter.

Mereka menggambar motif dengan pensil. Ada yang membuat motif mirip satwa, wayang, atau bunga. Rupanya, proses ini tidak berlangsung lama. Selesai menggambar, mereka men-canting kain itu. Di bagian inilah yang paling menarik. Ibu-ibu ini nampak ekstra hati-hati mencelupkan canting, meniupnya, lalu menorehkan cairan yang diambil dari tungku ke atas kain.

Bagian ini butuh konsentrasi tinggi. Soalnya, kalau sampai salah, cairan itu bisa menetes bagian di luar motif sehingga bisa mengurangi nilai artistiknya.

“Rasanya ribet sekali,” kata Lia Yasa. “Lihat, sampai tumpah-tumpah. Benar-benar ini melatih kesabaran.”

Rata-rata, ibu-ibu yang siang itu belajar membatik, tangan yang memegang canting, gemetaran semua. Meski begitu, mereka tetap tidak putus asa. “Sebenarnya, ini aktivitas yang mengasyikkan. Cuma, memang harus telaten,” kata Lia Yasa.

“Saya hampir tidak sabar,” tambah Linda. “Tapi kalau dipikir-pikir, kenapa saya tidak bisa, orang lain saja bisa.”

Proses mencanting di tahapan belajar ini kira-kira hanya butuh waktu 10 sampai 15 menit. Tapi, juga tergantung tingkat kerumitan motif dan semangat orangnya. Aktivitas ini menjadi atraksi tersendiri di tempat wisata ini. Karena bagi mereka yang baru pertama kali mempraktekannya sudah pasti menegangkan.

Nah, begitu proses men-canting selesai, tahapan berikutnya ialah pengolesan lilin. Tapi, di tahapan ini yang mengerjakannya bukan lagi wisatawan yang tengah belajar, melainkan instruktur.Tapi, kalau mau mencobanya, boleh-boleh saja.

Tujuan pengolesan lilin di atas kain ialah untuk mengamankan kain di bagian tertentu agar tidak terkena warna pada saat proses pewarnaan nanti.

Tangan instruktur batik, Hamim M, sangat cekatan mengoleskan lilin ke kain. Ia melulurkan lilin cair itu ke atas kain dengan alat sederhana. Hanya beberapa menit. Sampai pada tahapan ini, kain yang tadi dimotif oleh ibu-ibu itu masih tampak buruk. Apalagi ditambahi lilin segala.

Tak lama kemudian, kain itu di bawa ke ruang pencelupan warna. Tempat pencelupan terdiri dari beberapa baskom berukuran sedang. Masing-masing berisi cairan warna yang berbeda. Celup, celup, celup, begitu diangkat, kain itu masih tampak penuh dengan warna yang merata.

Rupanya, untuk mengetahui hasilnya, harus masuk terlebih dulu ke tahap pelepasan lilin. Dimana, kain-kain yang telah dimotif dan diwarnai tadi dimasukkan ke baskom yang berisi air panas untuk proses pelepasan lilin. “Begitu lilin dilepaskan, hasilnya tampak. Batik,” kata Hamim.

Ibu-ibu terperangah begitu melihat kain telah berubah jadi bermotif batik. “Serasa tidak percaya kalau kita bisa batik sendiri,” kata Lia Yasa. “Selama ini, kita hanya melihat batik dan memakainya, kini bisa membuat sendiri. Batik merupakan warisan nenek moyang.”

Agar kain batik tadi sempurnya hasilnya, terlebih dulu harus dijemur. Penjemuran dilakukan di taman museum yang luasnya 2.000 meter persegi yang terletak di belakang gedung utama. Setelah kering, batik dengan proses pembuatan yang masih tradisonal sudah jadi. Semua batik yang telah dibuat sendiri oleh wisatawan itu tadi boleh dibawa pulang.

Kursus Batik di Museum Tekstil

Suasana latihan membatik yang baru saja kita rasakan barusan merupakan salah satu fasilitas museum yang berada di Jalan K.S. Tubun, Petamburan, Jakarta Barat. Petugas Tata Usaha museum Tekstil, Rohmini, kursus batik ini merupakan proyek percontohan. Dimana, selama ini telah mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat.

Setiap hari, kecuali hari Senin (libur), tempat pelatihan yang memakai gedung kuno itu selalu dikunjungi wisatawan, baik nasional maupun internasional.

Kalau lagi libur, tempat belajar batik akan dipenuhi anak-anak sekolah mulai dari playgroup sampai perguruan tinggi.

Banyak pula turis asing yang datang, misalnya dari Jepang, Amerika, Perancis, Australia, dan Taiwan. Bahkan, dari Afrika Selatan juga pernah datang untuk kursus membatik.

“Belajar batik merupakan wisata favorit di sini,” kata Rohmini. “Karena mereka akan melihat karya tangan sendiri, apalagi hasilnya boleh dibawa pulang.”

Daya tarik ditempat ini yang lainnya ialah para wisatawan dapat belajar tentang bagaimana merawat tekstil yang dimulai dari pengetahuan tentang menyimpan kain agar bebas dari serangan kutu.

Selain itu, lanjut Rohmini, wisatawan juga bisa berlatih aplikasi pewarna alami pada tekstil. Tak cuma itu saja, kita juga bisa sekaligus belajar mengenal tumbuh-tumbuhan yang bisa diolah menjadi bahan pewarna alami.

Nah, jika Anda tertarik untuk latihan membatik, sebelum memulai, Anda dapat mendaftar di loket masuk Museum Tekstil. Saat mendaftarkan diri, kita dapat memilih level belajar.

Di sana, Anda akan dibantu oleh infrastruktur-infrastruktur yang berpengalaman. Ada Kris Mini, Beni, dan Hamim M.

Tapi, sebagai catatan saja, kalau Anda datang berombongan, sebaiknya mengajukan permohonan beberapa hari sebelumnya. Bisa lewat telepon atau surat. “Supaya kami bisa menyiapkan segala sesuatunya untuk kelancaran belajar,” kata Rohmini. “Biasanya, satu tungku untuk latihan membatik akan dilayani oleh satu instruktur.”

Menurut cerita, membatik itu merupakan salah satu terapi bagi yang memiliki gangguan jantung. Kalau diperhatikan hal itu masuk akal. Sebab, membatik butuh konsentrasi sekaligus kesabaran luar biasa.

Sejarah Museum Teksil

Tempat wisata sambil belajar membatik tadi berada di kompleks museum yang berupa gedung kuno. Menurut data kepustakaan, gedung ini dibangun pada abad ke 19. Dulu gedung ini merupakan rumah seorang warga Perancis.

Dari tangan warga Perancis itu, kemudian gedung ini berpindah ke konsul Turki bernama Abdul Azis Almussawi Al Katiri yang telah menetap di Indonesia. Setelah itu, dijual lagi ke kepada Dr. Karel Christian Cruq pada 1942.

Seiring dengan perkembangan Tanah Air, kepemilikan gedung ini pun berpindah-pindah tangan. Pada waktu perjuangan kemerdekaan RI, tempat ini pernah dijadikan benteng Barisan Keamanan Rakyat (BKR).

Pada 1947 rumah ini juga ditinggali oleh Lie Sion Pin. Sampai akhirnya, pada 25 Oktober 1975 diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah DKI Jakarta. Setelah itu, Ibu Tien Soeharto meresmikannya pada 28 Juni 1976 menjadi Museum Tekstil.

Rohmini menjelaskan di museum ini, kini memiliki sekitar 1.900 koleksi dari seluruh Nusantara Indonesia. Koleksinya tak hanya kain, melainkan juga alat tenun, busana, dan selendang. Khusus untuk kain, ada kain batik lurik, tenun, dan songket. Ada juga jenis kain dari Sulawesi Tengah yang terbuat dari kulit kayu.

Transportasi ke Museum Tekstil

Museum ini berada di Jalan K.S. Tubun 4, Jakarta Barat 11420. Nomor telepon 021-5654401. Email: mus_tekstil@yahoo.co.id

Museum ini lokasinya tidak jauh dari pusat grosir Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Nah, untuk menuju ke museum tidak terlalu sulit. Anda dapat memanfaatkan angkutan umum maupun angkutan pribadi.

Berikut daftar angkutan umum yang melewati Museum Tekstil;

-M11 jurusan Kebon Jeruk-Tanah Abang

-Angkutan 916 jurusan Kampung Melayu-Tanah Abang

-Angkutan 507 jurusan Pulogadung-Tanah Abang

-P14 jurusan Kota-Tanah Abang

-Mikrolet 08 jurusan Kota-Tanah Abang

-Koantas Bima 102 jurusan Ciputat-Tanah Abang

-Kopaja 16 jurusan Cileduk-Tanah Abang

-Bajaj

-Taksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar